Rabu, 11 Mei 2011

WACANA KRITIS KEDAULATAN NEGARA


Judul Buku      :  Pertahanan Indonesia;  
                          Angkatan Perang Negara 
                          Kepulauan
Penulis             :  Chappy Hakim
Penerbit           :  Red and White Publishing,
                          Jakarta
Cetakan           :  Pertama, 2011
Tebal Buku      :  376 halaman

Harian Seputar Indonesia, Selasa (07/03) lalu memberitakan, dua pesawat Sukhoi kita berhasil memaksa pesawat Pakistan Airlines yang melintas dari Dili menuju Malaysia tanpa prosedur resmi, untuk mendarat di Lanud Sultan Hasanuddin, Makasar.
Apa yang Anda rasakan? Kebanggaan kepada pasukan pengawal negara-kah? Rasa nasionalisme yang menggelegak? Kecintaan yang bertambah pada kedaulatan negara? Semoga itu yang kita rasakan bersama.
Berbicara masalah pertahanan negara, maka nama Chappy Hakim merupakan salah satu referensi yang sangat layak dikemukakan. Siapa yang meragukan ke-Indonesia-an seorang Chappy Hakim? Seorang Marsekal Udara (Purn) yang pernah dipercaya menjadi penerbang pesawat kepresidenan, Komandan Jendral Akademi TNI, Gubernur AAU, Kepala Staf Angkatan Udara (2002-2005), Kepala EKKT (Evaluasi Keselamatan dan Keamanan Transportasi (2007), dan penerima Bintang Mahaputra serta penghargaan lain dari berbagai negara.
Buku Pertahanan Indonesia; Angkatan Perang Negara Kepulauan ini adalah salah satu dari sekian banyak pemikiran Chappy soal pertahanan negara. Sebelumnya, Chappy yang saat ini juga menjabat sebagai Direktur Indset, telah menulis banyak buku. Di antaranya, Berdaulat di Udara, Air Diplomacy, dari Segara ke Angkasa, Pelangi Dirgantara, dan Untuk Indonesiaku. Kumpulan kolom sersan (serius tapi santai)-nya ada di Awas, Ketabrak Pesawat Terbang! dan Cat Rambut Orang Yahudi.  
Dalam buku terbitan Red and White Publishing ini, Chappy mengajak kita semua untuk kembali mengingat, bahwa negara memerlukan sebuah sistem pertahanan yang terintegrasi antara pertahanan darat, laut, dan udara. Chappy merasa perlu mengingatkan kembali, karena beberapa kurun waktu terdahulu, konsentrasi pengembangan sektor pertahanan negara seolah terpusat pada angkatan daratnya saja. Ia melihat, kondisi tersebut dimungkinkan terjadi karena penguasa negeri ini memang berasal dari kalangan angkatan darat; meski seharusnya tidak terjadi.
Chappy memulai pembahasan dengan pengingatan akan perkembangan peradaban manusia, teknologi dan sistem pertahanan. Dengan mendasarkan hakikat manusia sebagai makhluk sosial yang didukung teori Alvin Toffler, perkembangan teknologi telah dimulai sejak dua atau tiga juta tahun lampau. Setelah melampaui era agraris, era industri dan era informasi, masyarakat dunia mencapai apa yang disebut globalisasi. Dalam era globalisasi inilah, perkembangan harkat dan kualitas manusia tak terbendung lagi.
Pada bagian selanjutnya, Chappy mengingatkan kembali bahwasanya perang kedaulatan negara bisa terjadi di bagian manapun pertahanan negeri. Perang bisa terjadi di darat, di laut dan di udara. Khusus untuk perang udara, Chappy bahkan menyampaikan pelajaran berharga dari beberapa contoh perang, seperti Battle of Britain, Pearl Harbor, dan Perang Teluk.
Bagian terpenting buku ini ada di Bab 5 yang berkisah tentang Membangun Angkatan Perang, dan Bab 6 yang mengulas seputar Profesionalisme Angkatan Perang.
Pada Bab 5, secara komprehensif Chappy menulis tentang betapa pembangunan Angkatan Perang harus didukung dengan keberadaan anggaran yang kuat, kemauan instrokpeksi atas kekuatan perang yang saat ini ada, adanya keterpaduan perencanaan antar ketiga angkatan bersenjata, serta kesadaran bahwa ancaman terhadap kedaulatan negara senantiasa ada.
Chappy sadar, bahwa untuk membangun angkatan perang yang kuat, tak sedikit biaya yang harus dikeluarkan. Chappy juga mafhum, jika senantiasa ada dua teori dalam berperang : perang secara fisik dan perang melalui meja diplomasi.
Namun, menyitir apa yang disampaikan Samuel P. Huntington, betapa piawainya negara melakukan diplomasi, tetap akan sia-sia jika tak didukung kekuatan nyata berupa persenjataan perang. Tentang biaya ini, Chappy merasa anggaran sebesar 3,8% dari APBN, masih jauh dari ideal. Idealita anggaran untuk angkatan perang, setidaknya berada dalam kisaran 20-23% APBN.
Dalam kondisi peralatan tempur yang demikian, maka faktor “deterrence” tidak lagi dimiliki oleh negara kita yang berkepulauan. Kedaulatan pun terancam. Ingat kasus Ambalat, di mana Kapal Perang Malaysia KD Renchong-38 terang-terangan menyenggol KRI Tedong Naga-819? Atau ketika pesawat Angkatan Laut AS F-18 Hornet dari kapal induk USS Carl Vinson melintas tanpa ijin di atas Pulau Bawean pada 3 Juli 2003?
Ketika infrastruktur sebuah angkatan perang telah tersusun pun, ada satu hal yang tak kalah penting. Yakni, profesionalisme personil angkatan perangnya.
Di bab ini, Chappy kembali menyorot tentang dwifungsi ABRI, yang diyakini menjadi musabab merosot dan terbengkalainya pemikiran tentang penyusunan konsep pertahanan negara kepulauan. Orientasi individu para pejabat TNI akan kekuasaan pun seolah mendapat “jalan”. Pada akhirnya, organisasi seolah menjadi “korban” dari hal-hal “non-pertahanan”. Bagi Chappy, reformasi birokrasi angkatan perang menjadi sebuah kemutlakan. Chappy memberikan solusi yang cukup detail tentang reformasi ini.
Sebagai sebuah wacana ulang, buku setebal 376 ini menjadi sangat penting. Karena kendati sudah menjadi wacana publik, keseriusan petinggi negara dan petinggi militer dalam hal pembangunan pertahanan negara yang kuat ini masih belum menunjukkan arah yang jelas.
Sebagai wacana yang cukup “sensitif”, Chappy terlihat cukup hati-hati dalam penyampaiannya kali ini. Hal ini tampak sekali dalam bab Pendahuluan, yang juga tersirat dalam beberapa bab lain. Chappy berkali-kali menegaskan, bahwa penulisan buku ini tak bermaksud menyalahkan satu atau dua pihak lain, namun semata untuk kebaikan bersama di masa mendatang. Tulisan-tulisan kritis tentang angkatan lain pun bukan semata karena Chappy merupakan kader militan angkatan udara, namun lebih kepada kepentingan yang lebih besar, bahwa kekuatan perang harus dibangun merata pada semua bagian.
Semoga pejabat TNI dan petinggi negara saat ini berkenan membaca buku bagus ini.
***