Sabtu, 05 Februari 2011

BUDIMAN HAKIM, DAKWAH, DAN KEKONYOLAN

Saya pikir, menulis dengan jujur adalah sebuah keberanian tersendiri. Menulis dengan apa adanya, termasuk kadangkala tentang "kenakalan" kita. Kekurangsalehan kita. Bahkan mungkin. "aib" kita.

Tapi yang terpenting kemudian, adalah pelajaran atau hikmah apa yang bisa diambil dari kenakalan-kenakalan dan kekurangsalehan itu. Sama seperti pengalaman-pengalaman yang lain.

Bicara tentang menimba hikmah dari pengalaman, rasanya Budiman Hakim adalah orang yang beruntung. Ia memiliki banyak pengalaman. Ditunjang dengan daya ingat yang super, kemampuan olah cerita, kapabilitas dalam menggali "harta karun" pengalaman, dan kejujuran untuk bertutur apa adanya, menjadikan esai-esai dalam buku terbarunya "Si Muka Jelek; Catatan Seorang Copywriter 2" menarik untuk dibaca.

Sekilas, tulisan-tulisan itu tak terkesan serius.  Lihatlah judul buku itu sendiri. Lalu gambar cover, yang setelah kita baca bab "Si Muka Jelek" di halaman 223, kita akan tahu kalau itu adalah foto anak keduanya, si Reo. Tapi cobalah baca, maka Anda akan menemukan keseriusan tutur dan pengalaman di balik cerita-ceritanya yang memang cenderung konyol.

Buku Si Muka Jelek merupakan sekuel lanjutan dari Catatan Seorang Copywriter sebelumnya : Sex After Dugem (selanjutnya ditulis SAD). Dan buku ini tampaknya memang disusun, salah satunya, karena respon yang cukup baik terhadap buku SAD.

Tentang pembelajaran yang didapat, secara sedikit narsis Budiman bercerita, bahwa ia tak menyangka bahwa cerita-cerita yang ditulisnya dalam buku SAD banyak memberi inspirasi, penyegaran dan pencerahan bagi pembacanya. Setidaknya bagi Bu Tuti, seorang pembaca yang berkesempatan berbalas email dengan Budiman. Bu Tuti bahkan mengatakan, bahwa tulisan Budiman dalam buku SAD adalah sebuah cara dakwah yang tidak biasa. Ia memberi pencerahan tanpa menggurui. Dalam bahasa Bu Tuti, Budiman menggunakan metoda dakwah yang 'sangat benar' : berlaku sebagai teman, bercerita tanpa menggurui, tanpa merasa pintar dari orang lain. Dan yang penting tanpa merasa lagi berdakwah.

Saya pikir, Bu Tuti tak terlampau berlebihan. Buku Si Muka Jelek ini menegaskan kesimpulan itu. Kendati dibalut dengan bahasa yang sangat sehari-hari, tapi kejujuran dan kemampuan menceritakan kembali pengalaman yang dimiliki Budiman, menjadi sebuah kekuatan yang bisa mengajak kita berpikir, merenung dan membuat keputusan dalam hati.

Buku Si Muka Jelek sendiri berisi 19 judul bab. Antar bab tak terkait. Masing-masing merupakan penggalan pengalaman yang dituturkan dalam bahasa tulis. Lengkap dengan dialog-dialog, sehingga kita merasa Budiman memang sedang "bercerita" pada kita.

Ada cerita konyol Budiman dan Chappy Hakim tentang "Si Wiederholung" yang sangat jago bikin gol di Liga Jerman. Lalu cerita tentang seorang guru badung yang asli Betawi bernama Pak Musa dengan "Mak dikipe lobang!"-nya. Yang secara "gila" memberi nama sok Latin kepada anaknya : Enya Gapaguta, padahal nama itu sesungguhnya singkatan dari Enaknya Ga Seberape, Gurihnye Ga Tahaaaan.... Sebuah "prinsip" yang dipegang Musa soal kebiasaannya main perempuan.

Masih ada juga tentang Lena, yang ternyata adalah nama seekor anjing karyawannya! Dikisahkan dalam Lena vs Lena, bagaimana sulitnya Budiman mengambil keputusan tentang keberadaan Lena di kantornya, karena si Lena sudah dianggap sebagai "anak" oleh Si Iyus. Si karyawan itu. Yang kemudian merembet jadi masalah kebijakan perusahaan, dan bahkan kemudian menjadikan ia salah akomodir dalam menampung keluhan karyawannya yang lain, Si Maya, karena ia tak sadar bahwa Lena yang kali ini diceritakan oleh Maya adalah anak kandung Maya, dan bukan Lena si anjing Iyus!

Lucu, konyol, tapi pada akhirnya membuat kita berpikir. Yang diharapkan, bahwa setelah membaca kita tak berhenti pada tataran berpikir, namun pada akhirnya juga bisa belajar dari pengalaman Budiman, tanpa kita sendiri harus mengalaminya.

Buku ini cocok sebagai bacaan selingan maupun bacaan utama. Beberapa tulisan memang "mensyaratkan" kedewasaan dalam umur dan pemahaman, meskipun sesungGuhnya sama sekali tak tampak pretensi untuk "menghalalkan" keterbukaan cerita.

Akhirnya, selamat membaca. Dan jika Anda suka, tak rugi jika Anda juga mencari Sex After Dugem.


Selamat membaca.